Hampir setiap orang berkata balapan hujan, khususnya di Kejuaraan Dunia MotoGP, diibaratkan sebagai gabungan dari perjudian dan keberuntungan. Apalagi saat trek mulai mengering dan cuaca membaik.
Hal itu dialami oleh para pembalap MotoGP 2016 pada dua seri belakangan. Di GP Assen tiga pekan lalu, dalam balapan yang sempat dihentikan karena turunnya hujan lebat, Jack Miller mengambil keuntungan dengan merebut juara.
Keberuntungan menaunginya saat itu, karena sebelum meraih kemenangan perdananya di MotoGP tersebut, sejumlah pembalap di depannya terjatuh saat memimpin balapan, termasuk salah satunya Valentino Rossi yang sebenarnya sudah unggul beberapa detik darinya.
Teraktual seri ke-9 MotoGP 2016 di Sirkuit Sachsenring, Jerman, Minggu (18/7) malam WIB. Marc Marquez hampir saja gagal meneruskan enam kemenangan beruntun sebelumnya di sana, kalau saja dia tidak menuruti perintah tim Repsol Honda lewat papan pengumuman untuk masuk pit buat mengganti motor yang menggunakan ban slick.
Kemenangan ketujuh beruntun Marquez di Sachsenring kemarin disebut orang sebagai perpaduan ketepatan dan keberuntungan dari perjudian analisis tim Repsol Honda di tengah balapan. Yakni kala mereka melihat lewat gambar yang diambil dari helikopter, bahwa lintasan telah mengering walau hanya di sekitar racing line saja.
Tim Repsol Honda pun dipuji atas keputusan berani ini, karena satu lap sebelum Marquez masuk pit mengganti motor dan ban. Andrea Iannone telah lebih dulu mengganti motor Ducatinya, tapi dia keluar pit mengganti ban basah dengan jenis intermediate.
Marquez pun dipuji atas keputusannya menuruti perintah timnya, walau pasca balapan dia bilang bahwa dia memang tidak punya feeling bagus di atas motor Honda RC213V yang menggunakan ban basah. Karena itu dia berani ganti motor dan ban dan mulai menemukan kecepatannya di trek setengah kering Sachsenring hingga memenangkan balapan dengan brilian.
Tapi tidak dengan Valentino Rossi. Rider tim Movistar Yamaha itu, bersama Andrea Dovizioso (Ducati) jadi dua pembalap ternama yang dipojokkan atas hasil balapan Sachsenring 2016. Pasalnya, keduanya sudah disuruh timnya buat masuk pit berganti motor dan ban, persis sama dengan waktu pit yang diambil Marquez. Namun mereka bersikeras memundurkan waktu pit mereka, sekitar dua lap setelah pit stop Marquez.
Hasilnya cukup signifikan. Dovi yang memimpin dua pertiga balapan Sachsenring, harus puas finis di urutan tiga. Sedang The Doctor malah lebih parah, mengakhiri race di posisi delapan. Hal itu menjadikan Marquez memimpin separuh musim MotoGP 2016 dengan nilai 170. Memimpin 48 poin dari Jorge Lorenzo di peringkat kedua klasemen sementara dan unggul 59 angka atas Rossi di posisi ketiga.
Lorenzo menerima hasil ini karena dia memang tak konsisten di atas motor Yamaha YZRM1 khususnya dalam balapan basah. Tapi Rossi tak puas dan malah mengkambinghitamkan motornya malah lambat di trek setengah kering Sachsenring. Dari ketidakpuasan inilah muncul bakal dipergunakannya radio tim di MotoGP seperti di Kejuaraan Dunia Formula Satu (F1).
Namun apakah radio tim, jadi solusi tepat dalam komunikasi antara pembalap dengan tim dalam balapan MotoGP, apalagi jika balapan berlangsung dalam kondisi basah dan trek mulai mengering serta mengharuskan pembalap buat berganti motor serta ban, istilahnya flag to flag race.
Rossi jadi pembalap yang pro dengan penggunaan radio tim karena dapat mengubah jalannya balapan. Akan tetapi, letak keseruan balapan MotoGP apalagi saat balapan basah, yang sering memunculkan kejutan. Bisa saja tereduksi dengan penggunaan radio tim.
“Saya masih belum tahu apakah lebih baik memasang radio tim di MotoGP seperti di F1. Tapi faktanya, komunikasi langsung (antara pembalap dan tim saat balapan) bakal lebih mudah,” sembur Rossi seperti dilansir Marca.
“Contohnya di Assen, jika saya diberitahu tim sedang memimpin balapan dua detik di depan pembalap terdekat, maka saya tidak akan memacu motor terlalu cepat. Jika memungkinkan memakai radio tim, saya oke-oke saja. Kita dapat mencobanya, tapi saya tidak tahu resikonya (seperti apa). Kita pernah mencobanya 10 tahun lalu tapi tak dipakai lagi,” ulas Rossi yang mengatakan pemakaian radio tim di MotoGP pernah dijajal sekitar 10 tahun yang lalu dan dihentikan karena membuat segalanya lebih berbahaya.
Hasilnya cukup signifikan. Dovi yang memimpin dua pertiga balapan Sachsenring, harus puas finis di urutan tiga. Sedang The Doctor malah lebih parah, mengakhiri race di posisi delapan. Hal itu menjadikan Marquez memimpin separuh musim MotoGP 2016 dengan nilai 170. Memimpin 48 poin dari Jorge Lorenzo di peringkat kedua klasemen sementara dan unggul 59 angka atas Rossi di posisi ketiga.
Lorenzo menerima hasil ini karena dia memang tak konsisten di atas motor Yamaha YZRM1 khususnya dalam balapan basah. Tapi Rossi tak puas dan malah mengkambinghitamkan motornya malah lambat di trek setengah kering Sachsenring. Dari ketidakpuasan inilah muncul bakal dipergunakannya radio tim di MotoGP seperti di Kejuaraan Dunia Formula Satu (F1).
Namun apakah radio tim, jadi solusi tepat dalam komunikasi antara pembalap dengan tim dalam balapan MotoGP, apalagi jika balapan berlangsung dalam kondisi basah dan trek mulai mengering serta mengharuskan pembalap buat berganti motor serta ban, istilahnya flag to flag race.
Rossi jadi pembalap yang pro dengan penggunaan radio tim karena dapat mengubah jalannya balapan. Akan tetapi, letak keseruan balapan MotoGP apalagi saat balapan basah, yang sering memunculkan kejutan. Bisa saja tereduksi dengan penggunaan radio tim.
“Saya masih belum tahu apakah lebih baik memasang radio tim di MotoGP seperti di F1. Tapi faktanya, komunikasi langsung (antara pembalap dan tim saat balapan) bakal lebih mudah,” sembur Rossi seperti dilansir Marca.
“Contohnya di Assen, jika saya diberitahu tim sedang memimpin balapan dua detik di depan pembalap terdekat, maka saya tidak akan memacu motor terlalu cepat. Jika memungkinkan memakai radio tim, saya oke-oke saja. Kita dapat mencobanya, tapi saya tidak tahu resikonya (seperti apa). Kita pernah mencobanya 10 tahun lalu tapi tak dipakai lagi,” ulas Rossi yang mengatakan pemakaian radio tim di MotoGP pernah dijajal sekitar 10 tahun yang lalu dan dihentikan karena membuat segalanya lebih berbahaya.
Lalu bagaimana tanggapan pembalap MotoGP lainnya, apakah mereka setuju seperti Rossi atau menolak ide ini? “Saya tidak dapat membayangkan seseorang berbicara kepada saya sementara saya sedang memacu motor, ini dapat berbahaya. Yang terbaik adalah mengadakan pertemuan terlebih dulu dan mempersiapkan seluruh kemungkinan skenario (dari memakai radio tim),” ujar Marquez.
“Untuk kasus ini, lakukanlah semuanya demi keamanan, karena (pemakaian radio tim) memang agak berisiko buat keamanan. Olah raga kita berbeda dari F1. Adalah lebih baik untuk tidak menggunakannya,” kata Dovizioso menimpali.
“Saya tidak berpikir ini (pemakaian radio tim di MotoGP) adalah ide yang bagus. Saya tidak bisa membayangkan saya seperti Kimi Raikkonen dan apa yang akan dikatakan bos (Lucio Cecchinello, pemilik tim LCR Honda) kepada saya saat balapan. Tim (MotoGP) sangat profesional, diisi oleh orang yang punya kemampuan hebat dan kami (pembalap) mendengarkan mereka,” tandas peraih podium kedua GP Jerman 2016, Cal Crutchlow.
“Untuk kasus ini, lakukanlah semuanya demi keamanan, karena (pemakaian radio tim) memang agak berisiko buat keamanan. Olah raga kita berbeda dari F1. Adalah lebih baik untuk tidak menggunakannya,” kata Dovizioso menimpali.
“Saya tidak berpikir ini (pemakaian radio tim di MotoGP) adalah ide yang bagus. Saya tidak bisa membayangkan saya seperti Kimi Raikkonen dan apa yang akan dikatakan bos (Lucio Cecchinello, pemilik tim LCR Honda) kepada saya saat balapan. Tim (MotoGP) sangat profesional, diisi oleh orang yang punya kemampuan hebat dan kami (pembalap) mendengarkan mereka,” tandas peraih podium kedua GP Jerman 2016, Cal Crutchlow.
Sumber: